Muhlas, Mahasiswa STAI At-Taqwa Bondowoso semester 3, penulis kisah Inspiratif dengan judul 'Jadi Wali Sebab Istri yang Cerewet' |
Ziaroh ke makam-makam waliyullah sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat bawah—pedesaan. Kepergiannya dengan tujuan ziaroh semata mengharap barokah dari leluhur-leluhur yang telah lebih dahulu meninggalkan dunia yang fana ini. Perjuangan-perjuangannya dalam mensyiarkan agama Islam tidak boleh kita lenyapkan. Harus dilestarikan tradisi ngalap barokah ini.
Konon ceritanya, Kembang Kuning adalah tanah kelahiran KHR Syamsul Arifin (ayahanda KHR As'ad Syamsul Arifin) dan KH Abdul Lathif. Dan, KH Abdul Lathif inilah yang mempunyai cucu bernama KH Muhtadi Lazim Hanafi.
Peziarah dari daerah manapun ketika berziarah ke wali lima atau bahkan wali sembilan pasti mampir atau setidaknya menginap di Kembang Kuning ini. Semalam aku menginap di Kembang Kuning, dan paginya sowan pada Kiai Mamang Jufri, penerus Pondok Pesantren Kembang Kuning.
Beliau masih muda dan baru menikah di tahun 2019 kemarin. Sowan rombongan kepada beliau memancarkan suasana ceria, penuh canda tawa. Terlihat humoris sekali sikap beliau terhadap semua tamu-tamunya.
“Saya sebenarnya tidak siap untuk meneruskan perjuangan ummi saya. Karena saya masih muda, butuh akan jalan-jalan kemana-mana,” tuturnya sambil tertawa renyah ketika menemui tamu rombongan.
Beliau melanjutkan setelah banyak bercerita tentang dirinya yang sedang asik-asiknya menimba ilmu di Mekah kemudian diperintahkan pulang oleh ummi-nya. Setelah pulang, beliau ditawari untuk menikah dengan siapapun sesuai pilihan yang disediakan oleh ummi-nya sendiri.
“Ketika saya pulang, saya ditunjuki 19 foto perawan. Saya disuruh memilih oleh ummi. Namun saya bilang pada beliau, ‘Sampun ummi, saya masih belum siap untuk menikah’. Bayangkan, 19 foto perawan yang cantik-cantik disuguhkan oleh ummi pada saya. Tapi, saya tidak berkenan. Bukan menolak, ya. Hanya belum siap. Hehehe”, tawanya renyah sekali.
Para tamu menimpali dengan tawa terkekeh-kekeh. Sambil bercerita beliau menghaturkan para tamunya untuk mengepulkan asap rokoknya agar suasana terlihat santai tidak ada kecanggungan sama sekali. Selanjutnya, beliau bercerita tentang waliyullah yang diangkat menjadi wali karena istrinya yang crempek (cerewet).
“Ada salah satu waliyullah yang diangkat menjadi wali karena istrinya yang crempek. Kalau saya mengatakan crempek. Crempek ini semacam cerewet, selalu memarahi suaminya. Namanya adalah Abdurrahman bin Jabal. Beliau mempunyai istri yang crempek, tiap hari penuh dengan marah-marah istrinya. Namun, hebatnya Abdurrahman bin Jabal ini ketika istrinya marah-marah beliau menghadapinya dengan sabar, tidak pernah mengeluh sama sekali. Coba bapak-bapak sekalian ini, apa bisa seperti Abdurrahman bin Jabal ini ?”, tuturnya dengan ketawanya yang sangat renyah, humoris sekali pembawaan beliau dalam melayani tamunya.
“Kalau saya, Pak. Saya manusia biasa, tidak mampu menahan emosi kalau istri marah-marah, Pak. Apalagi marahnya tidak jelas. Hahaha. Tidak tahu kalau bapak-bapak sekalian ini”, ia kembali tertawa.
“Sama saja, Kiai,” jawab para tamu dengan khas tawanya masing-masing.
“Suatu ketika Abdurrahman bin Jabal yang dengan sabar menghadapi istrinya yang crempek ini mengasingkan diri hendak mendekatkan dirinya dengan Allah SWT, Pak. Ia pergi ke hutan di atas rumahnya, jaraknya sekitar 5 km dari rumahnya. Istrinya mengijinkan. Kemudian beliau berangkat setelah sampai di hutan beliau masuk ke dalam salah satu goa. Awalnya tidak ada orang sama sekali, setelah beberapa lama duduk bersila sambil berdzikir pada Allah SWT kemudian datang 3 orang. Beliau tidak mengenali mereka…”, Kiai Mamang Jufri memotong cerita ketika melihat rombongan lain datang. Beliau mempersilahkan rombongan itu duduk di serambi masjid.
Kemudian beliau melanjutkan, “Sudah sampai mana tadi ceritanya?. Saya pelupa walau sebenarnya masih muda.” Tawanya kembali terdengar renyah namun kali ini tawanya sedikit lantang. Para rombongan hanya menimpalinya dengan tertawa pula.
Beliau diam sejenak mengingat kembali sudah sampai manakah cerita yang ia sampaikan. Sambil menunggu beliau bercerita kembali, ku teringat pada salah satu seorang filsuf Yunani abad pertengahan. Namanya Imanuel Kant. Kant pernah berkata, "Apapun yang kita alami akan tersimpan di alam bawah sadar. Maka, fokuskan pikiranmu pada alam bawah sadar ketika kau lupa dengan apa yang telah kau alami." Kira-kira begitu apa yang dikatakan Imanuel Kant. Aku yakin seyakin-yakinnya kalau beliau Kiai Mamang Jufri sedang memusatkan pikirannya pada alam bawah sadarnya untuk mengingat isi pembicaraannya tadi yang terpotong.
“Yang 3 orang tadi itu menyapa Abdurrahman bin Jabal ketika melihat ada seseorang di dalam goa tempat mereka mendekatkan diri pada Allah SWT," lanjut beliau setelah ingat pada potongan ceritanya tadi.
"Assalamu'alaikum. Sapa 3 orang tadi,” beliau melanjutkan ceritanya.
"Abdurrahman bin Jabal kaget, Pak, karena ternyata ada seseorang di dalam goa itu. Kemudian ia menjawab salam mereka. Abdurrahman bin Jabal tidak berbicara apa-apa hanya menjawab salam mereka. Apalagi Abdurrahman bin Jabal tidak mengenali mereka, beliau hanya ingin mendekatkan diri dengan Allah SWT di goa itu."
"Ngapain kamu di sini? Telusuri 3 orang tadi itu, Pak,” Kiai Mamang Jufri terus melanjutkan sambil mengusap-usap kakinya.
"Abdurrahman bin Jabal ini menjawab, Pak. “Mohon maaf, saya numpang tempat di sini untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,” Katanya.
"Ok, boleh-boleh saja. Tapi, ada syaratnya."
“Abdurrahman bin Jabal kaget karena diajukan syarat, Pak. Ia kaget karena tidak membawa apa-apa dari rumahnya. Jangankan harta, bahan makanan pun beliau tidak membawanya. Sebab tujuannya hanya ingin mendekatkan diri pada Allah SWT, Pak.”
"Kata si 3 orang tadi itu, Pak. “Syaratnya, kalau kamu mau makan harus cari sendiri. Sekarang di goa ini ada 4 orang. Agar mudah kita gantian mencari makan kemudian makan bersama. Dan kamu, bagian kamu setelah kami selesai gantian mencari makan. Artinya, tugas kamu hari ke-4 untuk mencari makan.” Buh, khawatir betul Abdurrahman bin Jabal ini, Pak. Mau ambil dirumahnya kejauhan, Pak, apalagi takut dimarahi istrinya yang crempek ini, Pak.” K. Mamang Jufri kembali tertawa terbahak-bahak.
"Dengan mantapnya, Pak. Abdurrahman bin Jabal ini menjawab, “Ok, saya sepakat.” Katanya, Pak. Padahal beliau kebingungan bagaimana cara mendapatkan makanan, Pak."
Kiai Mamang Jufri berhenti sejenak, memperbaiki posisi duduknya. Kemudian melanjutkan, "Sebenarnya Abdurrahman bin Jabal bingung, Pak. Coba saja bayangkan ! Di tengah hutan jauh dari rumah mau dapat darimana makan ? Mau dapat dari mana nasi ?." Kiai Mamang Jufri kembali tertawa.
"Singkat cerita, Abdurrahman bin Jabal masih kebingungan untuk mencari makan, Pak. Ia tidak tahu harus dengan cara apa bisa dapat makanan. Akhirnya, beliau membuntuti salah seorang dari 3 orang tadi yang hari itu bertugas mencari makanan. Abdurrahman bin Jabal sembunyi di belakang si fulan itu. Si fulan bertawassul kemudian berdo'a pada Allah SWT. Setelah berdo'a tiba-tiba makanan jatuh dari atas, Pak. Abdurrahman bin Jabal kaget sambil bergumam 'Hebat juga orang ini.' Akhirnya, mereka kumpul dan makan bersama."
"Esok harinya, Pak. Abdurrahman bin Jabal pun kembali membuntuti salah seorang dari mereka. Seperti halnya kemarin, Abdurrahman bin Jabal dikagetkan kembali dengan kejadian makanan tiba-tiba jatuh dari atas. Tidak henti-hentinya Abdurrahman bin Jabal menggumam, Pak. 'Hebat-hebat orang ini.' Selanjutnya, hari ke-2 sama mereka makan bersama kembali. Esok harinya lagi, Pak. Lagi-lagi Abdurrahman bin Jabal menemukan sesuatu yang aneh pada orang-orang itu. Bagaimana mungkin makanan tiba-tiba jatuh dari atas, Pak, hanya karena tawassul fatihah ?." tawa Kiai Mamang Jufri yang renyah kembali terdengar.
"Tidak masuk akal, Kiyai." Jawab salah satu rombongan.
"Tapi itu mungkin untuk dilakukan dan terjadi, Pak. Hehehe. Nah, selanjutnya giliran Abdurrahman bin Jabal yang bertugas mencari makan, Pak. Beliau tidak mau ambil pusing lagi, beliau akhirnya menirukan cara-cara 3 orang itu, Pak. Setelah bertawassul, Abdurrahman bin Jabal berdo'a, "Ya Allah, aku bertawassul pada orang yang mereka tawassulkan. Berkat ridho-Mu dan barokah dari orang yang mereka tawassulkan aku mengharap makanan yang lebih banyak dari mereka, Ya Allah." Setelah selesai berdo'a, Abdurrahman bin Jabal kaget karena jatuhnya banyak makanan dari atas. Beliau tidak percaya kalau beliau bisa seperti mereka, Pak." Lanjut Kiai Mamang Jufri sambil menyeruput kopinya.
"Samar-samar 3 orang yang ada di goa itu terbelalak melihat makanan yang begitu banyak, Pak. Mereka penasaran, kepada siapakah Abdurrahman bin Jabal ini bertawassul? sampai-sampai mendapat makanan yang lebih banyak dari mereka. Setelah makan bersama, mereka tidak mampu menahan rasa penasarannya. Akhirnya, mereka pun bertanya, Pak. "Kamu bertawassul pada siapa sampai mendapat makanan yang begitu banyak ?." Kata 3 orang itu, Pak." Kiai Mamang Jufri kembali menyeruput kopinya kemudian mempersilahkan tamunya mengepulkan asap rokoknya.
"Saya tidak akan memberitahu sebelum kalian memberitahu terlebih dahulu. Karena ini rahasia. Jawab Abdurrahman bin Jabal dengan simpelnya, Pak.”
“Mereka akhirnya terus terang, Pak. “Kami bertawassul pada Abdurrahman bin Jabal. Seorang waliyullah yang diangkat derajatnya menjadi wali karena sabar dan tabah menghadapi istrinya yang crempek.” Nah, bapak-bapak makanya kalau punya istri yang crempek atau cerewet yang sabar, ya. Barangkali nanti bapak-bapak diangkat menjadi wali pula.” Kiai Mamang Jufri tertawa keras sekali.
"Karena tahu, Pak, yang dikirimi tawassul adalah dirinya. Abdurrahman berkata, “Loh, saya Abdurrahman bin Jabal. Demi Allah, saya Abdurrahman bin Jabal.” Mereka bertiga tidak percaya awalnya, Pak. Tapi, setelah mengatakan sumpah akhirnya mereka percaya bahwa yang ada dihadapan mereka itu adalah Abdurrahman bin Jabal, Pak.”
Para rombongan hanya tertawa terkekeh-kekeh karena mendengar cerita itu. Kiai Mamang Jufri pun ikut tertawa karena orang yang mereka tawassulkan bersama mereka.
"Singkat cerita, Pak. Abdurrahman bin Jabal akhirnya pulang karena tahu dari mereka kalau beliau diangkat menjadi waliyullah. Setelah pulang, Pak. Istrinya menunggu di ambang pintu. Abdurrahman bin Jabal yang tahu menjadi wali karena istrinya, Pak, semakin lemah lembut pada istrinya."
"Istrinya menyapa, Pak, setelah melihat suaminya pulang. "Assalamu'alaikum." Abdurrahman bin Jabal menjawabnya sangat lembut tidak seperti biasanya, Pak. "Wa'alaikum salam." Katanya sambil tersenyum-senyum sendiri, Pak."
"Istrinya ini langsung bertanya, Pak. “Sudah tahu, Mas, kalau kamu diangkat menjadi waliyullah ?." Abdurrahman bin Jabal kaget, Pak. Bagaimana mungkin dia tahu kalau Abdurrahman bin Jabal diangkat menjadi waliyullah? Ternyata eh ternyata, Pak. Istrinya juga waliyullah, ia menguji kesabaran dan ketabahan Abdurrahman bin Jabal dengan sikapnya yang crempek atau cerewet itu, Pak. Hahaha.”
"Makanya, bapak-bapak sekalian nanti kalau istrinya marah-marah hadapi dengan sabar dan tabah. Diam jangan membangkang, Pak. Barangkali nanti diangkat menjadi waliyullah pula oleh Allah SWT." Tutur Kiai Mamang Jufri sambil tertawa mengakhiri cerita.
Tak lama kemudian, aku beserta rombongan pamit akan melanjutkan rute perjalanan ke Talango, Sumenep, Madura makam Sayyid Yusuf.
Talango, Sumenep, Madura, 8 September 2020
Penulis : Muhlas
Editor : Andiono