Dr. H. Moh Syaeful Bahar, M.Si, Wakil ketua PCNU Bondowoso. (Foto : Tim Keratif |
Di antara jamaah diskusi ba’da subuh, Pak Salam adalah salah satu yang paling tenang, tak banyak komentar dan biasanya hanya memberi garis bawah dari sekian pendapat yang meluncur dari lisan para jamaah diskusi.
Pagi itu berbeda, Pak Salam yang
memulai dan memancing diskusi. Tanpa diminta Pak Salam langsung mengisahkan
satu perdebatan dirinya dengan seseorang.
Saya suka dengan gaya Pak Salam yang tak menyebut nama, anonim. Selain
aman dari tuntutan di dunia - bisa kena pasal pencemaran nama baik dan pasal
perbuatan tak menyenangkan, dengan tak menyebut nama, juga berpotensi tak
melahirkan dosa ghibah yang dapat berkonsekuensi akhirat. Hehe Alhamdulillah…
“Ji, kemaren saya dicegat
seseorang, tetangga jauh kita. Dia protes karena musholla kita melaksanakan
pembacaan maulid tiap malam selama 40 hari. Katanya suaranya berisik,
mengganggu dan dia juga tuduh kita melakukan hal bid’ah,” cerita Pak Salam.
“Siapa Pak orangnya? Biar saya yang
tangani,” timpal Kang Parmin serius dengan pasang wajah sangar.
Hahaha… Kang Parmin tetap Kang
Parmin. Semangat 45, selalu ngegas klo bab agama.
“Iya, setuju kita datangi saja. Ben gak tuman. Kita selesaikan dengan
cara baik-baik, tapi jika tak mau baik-baik bisa dengan cara lain. Bahaya klo
dia terus menebar fitnah dan tuduhan bid’ah ini. Bisa merusak kerukunan umat.
Jangan dibiarkan, bahaya ini, bisa merusak generasi kita,” sambut Mas David.
Hahaha…. pagi itu semakin berbeda.
Selain karena Pak Salam yang tiba-tiba muncul menjadi pembuka diskusi, juga
karena akurnya Kang Parmin dan Mas David. Ini hal yang aneh, jarang terjadi,
atau bahkan mungkin kali ini saja terjadi, Alhamdulillah.
“Jangan, jangan didatangi dan Pak
Salam tak perlu menyebut nama. Biarkan saja, klo harus menyebut nama, cukup
sampaikan secara pribadi dan empat mata ke Pak Haji. Biar Pak Haji yang
selesaikan,” sela Pak Edi bijak.
“Saya setuju dengan apa yang
disampaikan Pak Edi. Memang tak perlu nyebut nama. Khawatir kita terpancing
sehingga menyimpan rasa marah dan benci pada seseorang tersebut. Kita harus
menutup serapat mungkin peluang syetan menghasud kita. Bagi syetan, perbedaan
pendapat semacam ini adalah bahan bakar yang potensial untuk membakar kita-kita
yang tak berilmu dan belum pandai mengendalikan hati. Saya kira tak perlu
menyebut nama ya,” jawab Saya.
“Lalu bagaimana Ji? Apa kita
biarkan saja? Atau kita doakan saja, semoga yang bersangkutan segera mendapat
hidayah?” timpal Cak Mamat.
Hehe, sedikit komentar Cak Mamat
cukup menunjukkan kualitas hati Cak Mamat.
Sekalipun pendidikan Cak Mamat
paling rendah diantara para jamaah, sekalipun secara ekonomi juga paling
rendah, namun kecerdasan emosionalnya, nampak lebih berkelas di banding yang
lain. Silahkan simak, bagaimana dia memilih kata mendoakan disaat yang lain
ingin memberi hukuman pada orang yang dianggap sesat dan salah jalan.
Subhanallah….
“Kok didoakan Cak?” timpalku
menguji keseriusan usulannya,
“Kan begitu yang diajarkan
Rasulullah saw Ji. Kan Sampean dulu yang cerita bagaimana marahnya malaikat
penjaga gunung ketika Nabi Muhamamd SAW ditolak dan dianiyai oleh penduduk
Thoif ketika melakukan dakwah dan hijrah ke sana sebelum ke Madinah. Rasulullah
menolak permintaan Malaikat Gunung yang akan menghukum warga Thoif dengan
melempar dan menimpakan gunung-gunung ke seluruh daerah Thoif. Kata Rasulullah,
jangan, siapa tahu diantara anak-anak keturunan warga Thoif nanti ada yang
memeluk dan membela agama Allah, Islam,” sambung Cak Mamat. Subhanallah…luar
biasa Cak Mamat!
“Subhanallah, benar sekali Cak.
Bahkan Rasulullah membacakan doa untuk mereka penduduk Thoif. Allahumma yahdi
qaumi, fainnahum laa ya’lamuun, ya Allah berilah hidayah pada kuamku,
sesungguhnya mereka tak mengetahui kebenaran Islam,” jawabku membenarkan
argumentasi Cak Mamat.
“Saya kira kita harus benar-benar
bijak, harus hati-hati memperlakukan orang-orang yang berbeda dengan kita. Kita
harus mengukurnya dengan ilmu, bukan dengan emosi. Kita ajukan saja dalil-dalil
kebenaran kita, seandainya tetap saja tak diterima oleh pihak lain, ya sudah,
kita cukupkan, tak perlu kita terus berdebat, seraya menghargai perbedaan
tersebut, itu prinsipya”.
“Terkait Maulid begini, kita
berangkat dari dalil nalar saja terlebih dahulu, sebelum ke dalil-dalil yang
diajukan oleh para ulama. Meskipun di antara keduanya terdapat hubungan yang
sangat kuat. Rasulullah selalu saja mengatakan “cintai aku”. Bahkan kata
beliau, tak benar-benar beriman seseorang ketika dia masih lebih mencintai anak
atau lebih mencintai orang tuanya dari pada mencintai Rasulullah SAW.
Problemnya, bagaimana mungkin kita bisa mencintai Rasulullah SAW ketika masa
kita dan beliau terbelah oleh jarak yang sangat jauh. Hampir 15 abad yang lalu.
Kita tak pernah bertemu dengan beliau, kita tak tak tahu bagaimana prilaku
beliau, kita tak tahu siapa sahabat-sahabat
beliau, keluarga beliau, kesukaan beliau, cara beribadah beliau dan
seterusnya. Nah, salah satu cara agar kita tahu adalah kita sering mengkaji
sirah nabawiyah, mempelajari sejarah hidup beliau. Sejarah kenabian beliau,
sejarah keagungan akhlak beliau, keindahan akhlaq beliau hingga kecemerlangan
sistem sosial dan bernegara yang beliau bentuk di Madinah. Barzanji yang kita
baca, diba’an yang kita baca tiap hari itu adalah kitab sejarah yang menuliskan
profil Rasulullah SAW. Bahkan, di kitab barzanji yang kita baca juga memuat
doa-doa bagi ummat Islam seluruhnya. Maka, seharusnya seseorang yang protes
tersebut, seharusnya berterima kasih ke kita karena telah mendoakan dia juga
sebagai ummat Islam hehe. Semakin
kita sering membaca, semakin kita tahu profil Rasulullah SAW, maka peluang kita
mencintai Rasulullah SAW semakin besar. Sederhananya, semakin kita tahu siapa
Rasulullah SAW, maka kita akan semakin takjub dengan sosok Rasulullah SAW, dan,
sekali lagi, itu akan menumbuhkan rasa cinta kita padanya,” ulasku panjang
lebar.
“Problemnya, mereka yang menuduh
kita bid’ah tak paham bahasa arab, tak paham apa yang kita baca, sehingga
kesusu menghukumi bid’ah hahah” lanjutku.
“Lalu terkait Maulid Nabi yang kita
lakukan tiap bulan Rabiul Awal apakah ada dalilnya? Ya klo yang dimaksud dalil
adalah dalil perayaan maulid persis sama dengan yang kita lakukan, misal ada
ancak, ada suguhan buah-buahan, ada perkumpulan massa yang banyak lalu baca
sholawat bersama-sama, ya gak ada, Rasulullah dan para sahabat tak pernah
melakukan itu. Tapi bukan berarti merayakan maulid tak punya dalil. Kenapa?
Karena Rasulllah SAW saja tiap hari senin berpuasa sunnah, dan ketika ditanya
oleh para sahabat kenapa berpuasa, beliau menjawab karena hari itu beliau
dilahirkan. Artinya apa, Rasulullah SAW saja melakukan perayaan hari
kelahirannya, maka sepantasnya, kita ummatnya, wajib menjaga tradisi perayaan
ini dengan cara yang lebih meriah. Nah, kita ini sangat remeh, mau merayakan
maulid nabi hanya setahun sekali, nunggu bulan maulid, itupun masih
diprotes-protes hahaha,” jawabku.
Penulis : Syaeful Bahar, Wakil ketua PCNU Bondowoso
Editor : Gufron