Gufron Afandi, Mahasiswa IAIN Jember. (Foto : Tim Kreatif) |
Dalam keseharian manusia, kegagalan selalu datang silih berganti bagai siang dan malam. Terkadang kita merasa putus asa atas suatu kegagalan. Hal itu dikarenakan kita menganggap suatu kegagalan adalah hal yang memalukan. Tapi pada hakikatnya, kegagalan adalah sebuah proses untuk menuju kesuksesan.
Begitulah yang pernah dialami oleh Hartono, laki-laki yang berusia 25 tahun yang hari ini sudah mencapai masa kejayaan.
Hartono bukanlah orang dari kalangan yang berharta, melainkan dari seorang pembajak tanah (petani). Orang tua Hartono hidup dalam kemelaratan, hasil pertanian mereka terkadang tak cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Apalagi harus membiayai pendidikan Hartono dan ketiga adiknya.
Kehidupan orang tua Hartono yang serba kekurangan itu terpaksa mematikan langkahnya untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Setelah lulus dari SMA, sebagai anak yang berbakti Hartono pun memutuskan untuk membantu kedua orang tuanya daripada melanjutkan pendidikannya.
Hartono selalu berusaha untuk meringankan beban kedua orang tuanya. Setiap harinya, ia selalu membantu ayahnya di sawah, mencuci piring dan memasak di dapur. Disamping itu Hartono merintis usaha kecil-kecilan sebagai tambahan penghasilan untuk membantu orang tuanya.
Usaha yang dirintisnya ini merupakan salah satu cita-citanya. Ia ingin membahagiakan kedua orang tuanya, menyekolahkan ketiga adik-adiknya hingga ke perguruan tinggi. Ia juga ingin belajar hidup mandiri seperti anak-anak sebayanya.
Kurang lebih tiga tahun lamanya Hartono menjalankan usahanya. Dengan penuh kepercayaan, akhirnya ia memutuskan untuk merantau ke luar kota.
Baca juga :
“Ibu, ayah, aku pamit pergi ke luar kota untuk mencari pekerjaan agar Hartono tidak bergantung terus-terusan kepada kalian," ucap Hartono berpamitan.
Berbekal restu dan doa dari orang tua. Hartono berangkat meninggalkan kampung halamanya, tempat dimana ia dilahirkan.
Tak terasa setahun berlalu. Hartono pun tak pernah pulang ke kampung halamannya, tapi ia tetap memberi kabar pada orang tuanya melalui sepucuk surat. Dalam surat itu ia mengatakan bahwa ia baik-baik saja disana, dan ia juga bilang bahwa ia akan membuka usaha kecil-kecilan seperti di kampung halamannya dulu.
Setelah Hartono memulai usahanya, suatu ketika ia mengalami kerugian besar hingga semuanya yang ia punya harus lenyap. Namun, Hartono tak pernah hilang semangat, ia terus mencoba dan mencoba.
Dia kembali memulai usahanya lagi, karena ia selalu teringat akan ucapan orang tuanya ketika ia berpamit untuk merantau.
“Nak, jika kelak kau mengalami cobaan atau kegagalan dalam melakukan sesuatu, kau harus sabar menghadapinya. Kamu harus semangat dan tidak boleh putus asa, karena orang yang sukses itu berawal dari kerja keras, bercucuran keringat dan air mata darah.”
Pesan kedua orang tua itulah yang kemudian menjadi prinsip dan penyemangat dalam hidup Hartono. Usahanya yang sempat mengalami kegagalan itu ia rintis kembali dengan tekad, semangat dan kerja keras.
Semangat juang Hartono dalam merintis usahanya kembali akhirnya membuahkan hasil. Usahanya mengalami kemajun yang begitu cepat. Banyak pengusaha mengajak kerja sama dengannya. Hingga hari ini, Hartono sukses dan mencapai apa yang menjadi keinginannya.
Setelah melewati masa refleksi panjang dan terjal itu, akhinya Hartono tahu, bahwa kegagalan yang ia alami hingga sukses berawal dari kerja keras yang tinggi, tak pernah putus, sabar dan berdoa. Karena kegagalan bukanlah akhir dari segala-galanya. Tetapi kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda. (*)
Penulis : Gufron Afandi, Mahasiswa IAIN Jember
Editor : Muhlas