Dr. Suheri, M.Pd.I, Dosen STAI At Taqwa Bondowoso dan Tenaga Pengajar Pesantren Kunuuzul Imam Kauman |
Justru sebaliknya, semakin hari kasusnya kian bertambah dan grafik statistiknya pun kian merangkak naik. Tak tanggung-tanggung, total kasus di seluruh dunia menyentuh angka 71,541.897 juta dengan kematian yang fantastis yaitu 1.602.500 juta (13/12/2020).
Rangking teratatas dimiliki oleh Amerika, India, Brasil, Rusia dan Perancis. Demikian pula di negara kita, kasus kematian yang disebabkan Covid-19 ini sudah menyentuh angka 18.511 dengan jumlah kasus 605.000.
Daerah dengan rekor penyumbang terbanyak adalah Jakarta kemudian Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Angka kematian tersebut tentu masih berpeluang bertambah dalam setiap harinya.
Tentu kematian tidak perlu ditakuti. Berani hidup harus berani mati, takut mati seharusnya jangan hidup. Sebab, sejatinya kita semua akan menyusul mereka. Karena semua makhluk hidup akan menjemput takdir kematiannya. Hanya saja kita belum tahu kapan, dimana, sebab apa, dan pada saat melakukan apa.
Bagi orang beriman, peristiwa kematian ini menjadi penggugah hati dan alarm agar kita mempersiapkan bekal untuk kematian.
Bukankah Rasulullah SAW pernah menyampaikan, bahwa orang paling cerdas yaitu orang yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak mempersiapkan diri sebelum kematiannya.
Baca juga :
- Merawat Moralitas Peserta Didik di Tengah Pandemi
- Survive Lembaga Pendidikan di Era Pandemi
- Ahli Mabuk, Meninggal Mulia
- Mengabdi Kepada Masyarakat, Klinik Pratama NU cermee Adakan Pengobatan Gratis
Dzikrul maut merupakan salah satu upaya menghidupkan hati kita. Artinya, orang yang jarang ingat mati berpeluang besar hatinya mengeras (qolbun qoshi).
Sayangnya, kita sering alergi mendengar kata kematian. Karena kematian dianggap akhir perjalanan kita sebagai hamba Allah SWT, padahal kematian adalah titik awal dari kehidupan abadi.
Maut diangggap peristiwa mengerikan dalam kehidupan kita, mengapa? Karena kita terlalu senang dengan perhiasan dunia fana ini. Rasa takut kehilangan atribut perhiasan dunia lebih besar daripada rasa takut tidak husnul khotimah saat kembali kepada-Nya.
Kalau boleh jujur, kita hanya mampir di terminal kehidupan yang bernama dunia ini. Kematian merupakan episode yang pasti akan menjemput kita semua. Dia bisa datang kapanpun dan dimanapun, disadari atau tidak kematian mengincar kita setiap waktunya.
Oleh karena itu, harus kita sadari bahwa setiap detik tarikan nafas kita bisa menjadi momen kematian. Karena kematian tidak pernah memberikan aba-aba, kode atau isyarat nyata kapan kepastiannya. Maka dari itu, mari pelihara niat agar selalu lurus, dan ikhtiar di jalan Allah SWT.
Kapanpun kematian menjemput, kita sudah siap untuk berakhir dengan predikat husnul khotimah. Saat keluar rumah pamitlah terlebih dahulu kepada orang tua, keluarga atau anak istri. Sebab kita tidak tahu, jangan-jangan moment itu merupakan pertemuan terakhir. Mau tidur, biasakan berwudlu dahulu, karena tidak ada jaminan besok akan bangun lagi.
Lebih baik lagi, sebelum tidur tidak mengingat hutang, mengingat dunia, dan mengingat “si dia”. Karena lebih baik mengingat Allah SWT. Bila tertidur pun, insyallah sepanjang tidur dianggap dzikir. Kalau wafat, insyallah husnul khotimah.
Saat berpisah dengan teman atau kolega, jangan lupa akhiri pertemuan dengan salaman. Selain bisa meleburkan permusuhan dan dosa, tidak ada jaminan esok akan berjumpa kembali.
Saat keluar rumah, niatkan selalu di jalan yang diridlai Allah SWT, bisa jadi perjalanan itu merupakan perjalanan terakhir. Termasuk bila hendak bermaksiat, berpikirlah dahulu. Jangan-jangan saat melakukan maksiat ajal sudah menunggu kita.
Tidak sedikit kita mendengar orang meninggal saat merampok atau membegal, meninggal saat menikmati pil haram, atau tewas saat minum khomr. Termasuk berakhir dengan tragis, saat berada di kamar hotel dengan pasangan selingkuhannya. Na’udzubillahi min dzaalik.
Kita tidak perlu takut berlebihan menghadapi kematian, yang harus kita takutkan adalah minimnya bekal saat tiba kematian. Seorang tentara tidak perlu takut saat turun medan pertempuran, yakinlah bahwa setiap peluru sudah Allah SWT tulis alamatnya. Karena berangkat ke medan perang bukan penyebab umur kita pendek.
Walaupun kita sudah mendatangi ladang-ladang kematian, semua tiket kematian sudah ada namanya, dan malaikat tidak akan salah mencabut nyawa manusia. Kita tidak perlu takut naik pesawat, karena jatah kematiannya tidak akan tertukar.
Kalau memang bukan waktunya, banyak cara yang Allah SWT lakukan agar seseorang tidak sampai pada takdir ajal kematiannya. Entah terlambat boardingpass atau tertinggal dan sebagainya.
Tidak perlu khawatir saat ke pantai, karena takdir kematian belum tentu di laut. Berkali-kali ke laut pun, kematian tidak akan ditemui. Sebaliknya, bila memang saatnya dan dengan cara itu kematiannya, Allah SWT akan menggerakkan hati hambanya untuk berkumpul pada satu acara, tempat atau satu waktu.
Meninggal tidak harus sakit, dan sakit bukan penyebab orang meninggal tetapi cara dan media. Karena orang meninggal hakikatnya hanya satu, yaitu sudah sampai pada batas kontrak kehidupannya. Jika memang tiba jadwal kematian, Allah SWT akan meremote hambanya untuk menghadiri kematiannya.
Kita berdoa, semoga Allah SWT segera mengangkat virus Covid-19 ini. Lebih dari itu, tentu kita berharap semoga sisa hidup kita penuh berkah dari Allah SWT.
Semoga kita terampil mengingat kematian sehingga bisa menyiapkan diri dan mengisi hidup dengan kualitas ibadah yang tinggi. Serta, semoga bisa menyempurnakan amal ibadah agar kapanpun ajal menjemput, kita selalu siap membawa label husnul khotimah. Aamiin.
Penulis : Dr. Suheri, M.Pd.I, Dosen STAI At Taqwa Bondowoso dan Tenaga Pengajar Pesantren Kunuuzul Imam Kauman