Ilustrasi (Foto : Tim Kreatif) |
Kini dirinya harus tinggal bersama pamannya Abu Thalib. Abu Thalib mendidik, menjaga dan mencintai Nabi Muhammad dengan sepenuh hati. Hingga tidak terasa waktu bersama pamannya telah sampai 1 tahun. Pada suatu ketika, beliau diajak Abu Thalib untuk pergi ke Negeri Syam dan ikut berdagang disana.
Pada waktu itu, Nabi Muhammad masih berumur 9 tahun. Usia yang masih sangat muda sekali. Namun, semangat dalam diri Nabi Muhammad terus berkobar bagai api yang menyala. Tanpa gengsi atas perjalanan hidup yang harus dijalani demi kehidupan di masa depan.
Baca juga :
- Gender Champion 2020 ; Srikandi-Srikandi Fatayat NU untuk Bondowoso
- Tingkatkan Kualitas wartanu.com, LTN NU Adakan Evaluasi
- Wafatnya Siti Aminah (Ibu Nabi Muhammad) di Desa Abwa'
- Ikuti Instagram Warta NU
- Jangan Lupa Add Facebook Warta NU
Patuh dan taat terhadap pamannya, berdagang ia lakukan. Perintah ia penuhi, sungguh hati yang sangat mulia dengan penuh rasa sabar dan ikhlas selalu menyeru dalam lubuknya.
Ketika sampai di desa Busyro, Syam, Abu Thalib dan Nabi Muhammad bertemu dengan salah satu orang yahudi yang bernama Buhaira. Orang yahudi tersebut meramal dan berkata bahwa Nabi Muhammad SAW kelak akan menjadi seseorang yang mulia dan akan diangkat menjadi seorang nabi.
Maka, Buhaira (orang yahudi) yang baik tersebut berpesan kepada pamannya (Abu Thalib) agar Nabi Muhammad SAW benar-benar dijaga. Sebab, di khawatirkan keberadaannya diketahui oleh kaum yahudi. Mengapa? Karena jika informasi sampai atas keberadaanya, ditakutkan nantinya akan mencelakai Nabi Muhammad SAW.
Setelah Abu Thalib mendengar hal itu dari Buhaira, timbul rasa khawatir yang mendalam. Ia tidak mau orang yang tersayang, tercinta dan selama ini dijaganya dilukai dan dibuatnya celaka. Akhirnya, Abu Thalib memutuskan untuk cepat-cepat kembali ke Makkah al- Mukarramah dengan menyelesaikan terlebih dahulu proses perdagangannya.
Penulis : Maulana Haris, Santri Pesantren Bahrul Ulum Tangsil Kulon
Editor : Gufron