Ilustrasi, Sumber Okezone.com |
Oleh karena itu, orang tua adalah harta terbesar dalam hidup ini. Ya, harta terbesar. Itu pasti dan tidak salah lagi. Sebab kehadirannya membawa kebahagiaan, kepergian mendatangkan kesedihan dan kehilangan hanya akan menghinggap sebuah penderitaan.
Ketika kita dalam keadaan susah pasti kedua orang tua selalu ada. Memberikan sentuhan dhohiriyah dan bathiniyah agar anaknya tetap selalu berada pada senyum. Namun. apakah sikap kita juga demikian terhadapnya? Atau, justru malah sebaliknya?
Baca juga :
- Pengurus MWC NU Maesan Gelar Konferensi Guna Meningkatkan Kesadaran Berjam'iyyah
- Haul Masyaikh dan Temu Alumni PP. Al-Hidayah Tenggarang, Begini Pesan Pengasuh
- Wujudkan Kemandirian NU, PCNU Bondowoso Jalin Kerjasama dengan Basmalah
- Akibat Tidak Disiplin Waktu
Sebagai anak, kasih dan sayang untuk orang tua harus terus tercurahkan sepanjang masa. Sebab, kasih dan sayangnya tidak bisa kau balas walau sudah tercurah selalu dari diri seorang anak.
Di sebuah tempat terdapat seorang laki-laki berusia 30-an. akan tetapi dia dikelilingi oleh kemewahan dunia. Mulai dari rumah yang megah, makanan yang serba mewh, sampai harta yang bertaburan dimana mana layaknya seorang bangsawan(bangsa yang hidup diatas awan).
Semua itu di awali oleh ketelatenan sang ibu mengadakan majelis (pengajian). Setiap bulannya ibu tersebut juga rutin mendirikan tenda yang berdiri kokoh, dan diselimuti terpal yang bertengger di atasnya. Tanpa disadari hal tersebut membuat sang anak mengeluh padanya.
"Ibu, sebaiknya hentikan pengajian ini." pinta sang anak pada ibunya dengan nada tinggi. Padahal kondisi ibunya yang sudah tua renta. Anak tersebut terus bersikeras akan ucapannya dituruti. Sungguh biadab.
"Sudahlah Nak, jangan kamu halangi ibu. Kan ini untuk kebaikan. Sebab, prinsip ibu akan terus terjaga hingga akhir hayat untuk terus menjalankan rutinitas ini." balasnya dengan tegas, berharap sang anak bisa memahami atas apa yang ibunya lakukan. Bahkan, harapnya anaknya bisa ikut andil dalam kegiatan tersebut.
Mulai saat itulah sang anak bersemangat membantunya. kalimat yang dilontarkan menanamkan motivasi yang kian menyambar bagai petir dalam dirinya. Berkobar layaknya api yang dan enggan untuk lenyap. Hingga akhirnya, rezeki yang melimpah ruah terus mengarungi kehidupan mereka.
Suatu ketika, di hari yang tepat anak yang dulunya kian mengandalkan emosional. Kini berubah dengan ujung kebaikan yang selalu dilakukan. Membelikan gelang dan cincin emas sebagai pemberian darinya untuk ibunda tersayang. Harapannya ibu bisa memakainya agar tetap terlihat elok nan cantik. Sebab, dalam organ dhohirnya tidak terlihat satupun perhiasan dikenakan.
Satu bulan kemudian, sang anak memandang ibunya dengan tatapan aneh. Sebab, perhiasan pemberian darinya telah hilang dalam lekatan organ tubuhnya.
"Ibu, mana perhiasan yang aku berikan kepada ibu?" tanyanya penuh heran.
"Nak, perhiasan itu sudah ibu shadaqahkan kepada orang yang lebih membutuhkan. Yakinlah itu adalah amal jariyah kamu dan ibu, telah membantu orang-orang yang memerlukan bantuan." jawab dengan nada lembut dengan penuh ketulusan.
Ridha Allah swt ada pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah swt ada pada murka kedua orang tua. Maka, siapa saja yang turut untuk terus membuat kedua orang tuanya bahagia dan terus merawat serta mendidik hingga masa tuanya. InsyaAllah ridha Allah swt turun bersama dengan ridahnya. Serta, pintu surga terbuka lebar.
"Robbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghiro, (Ya tuhanku ampunilah aku dan kedua orangtuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka mendidikku di waktu kecil)." doa pamungkas sang anak.
Dalm hal ini tidak jarang orang salah pengertian,mengapa dalam kata "Rabbayaa" diartikan dengan 'mendidik'. Saya tarik kesimpulan bahwa sayang belum tentu mendidik, maka ketika sudah mendidik itu pasti sudah sayang. itulah arti kehidupan 'MEMBERI TIDAK MENGHARAP KEMBALI'.
Penulis : Nur Madani, Santri Pondok Pesantren Darul Falah, Cermee, Bondowoso
Editor : Haris