PMII Wahid Hasyim Menggelar acara SIG di Graha PMII Bondowoso |
Heniwati, S.Pd.I, Devisi Teknis KPU Bondowoso yang hadir sebagai pemeteri menilai, kegiatan SIG itu merupakan kegiatan kaderisasi formal yang bertujuan untuk menambah pemahaman kepada kader putri, baik segi kualitas ataupun leadersip dan pemahaman lainnya.
Baca juga :
- NUWay, Wadah Kreativitas Anak Muda NU
- Resmi Dilantik, PAC Fatayat NU Jambesari Siap Bermitra dengan Pemdes
- Makesta IPNU-IPPNU Tapen, Harap Kuatkan Ideologi Ke-NU-an
- Konsultasi Fiqih Sehari-Hari
"Dengan ikut SIG ini kalian bisa tau bagaimana memposisikan diri, baik didepan publik ataupun dibelakang publik (rumah tangga)," kata Heni ditengah-tengah penyampaian materi.
Heniwati, saat menyampaian materi SIG di hadapan peserta. |
Menurut Heni, sampai hari ini stigma di masyarakat tetap menganggap perempuan hanya mengurusi kasur, dapur dan sumur.
"Kita sudah tau kan perempuan itu tidak hanya dikasur, dapur dan sumur. Melainkan punya hak-hak yang sama dengan laki-laki, misalnya, harus sama-sama mendapatkan pendidikan yang tinggi," jelasnya.
Lebih lanjut, Heni memaparkan, perbedaan antara perempuan dan laki-laki, yang meliputi fisik, sifat, karakter, peran dan lain sebagainya, merupakan konstruksi sosial budaya, bentukan manusia.
"Stigma perempuan di masyarakat itu hanya konstruksi saja, tidak bersifat kodrati, artinya itu bisa berubah, sesuai dengan kapasitas dan kualitas dari perempuan itu sendiri," paparnya.
Sedangkan hal-hal yang bersifat kodrati, kata Heni adalah, menyusui, memiliki kebiasaan rutin, seperti, menstruasi, mengandung dan melahirkan.
"Jika sifatnya sex (Biologis), baru itu bersifat kodrati, artinya tidak bisa diubah," pungkasnya.
Penulis : Muhlas
Editor : Gufron