Abdullah Adhim, Alumni PKP NU IV PC LTN NU Bondowoso (Foto : Tim Kreatif) |
Kegelisahan yang selama ini terasa, IPNU-IPPNU belum hadir secara pengetahuan dalam lingkup keterpelajaran. Kesibukan internal organisasi dengan seabrek masalah yang dihadapi, membuat kita terbelenggu geraknya dengan fokus pada diri sendiri.
Data di Badan Pusat Statistik Kabupaten Bondowoso menyebutkan bahwa rangking kab. Bondowoso saat ini berada pada posisi 33 dari 38 kabupaten atau kota se Jawa Timur dalam hal IPM. Artinya, Bondowoso masih terlalu terbelakang memformulasikan IPM untuk meroket setiap tahunnya.
IPNU-IPPNU sebagai organisasi yang sangat-sangat dekat dengan pendidikan seharusnya sudah merancang langkah-langkah taktis untuk meroketkan IPM dalam bidang pengetahuan. Sebab, IPNU-IPPNU telah lama bergerilya dibawah tanah sampai lupa dunia telah menciptakan media sebagai ladang perang.
Kehadiran Semu
Organisasi ini, dibuat oleh pendiri untuk melahirkan intelektual yang merakyat. Akan tetapi, bukan berarti secara organisasi selalu bersentuhan dengan masyarakat tanpa membawa pembaharuan demi kemaslahatan yang lebih baik dari sekedar berkumpul, seremonial, dan pendidikan formal organisasi.
Baca juga :
- Muhammadiyah Kehilangan Masjid
- Bagaimana Menjadi Orang yang Bermanfaat? Beginilah Kata Tokoh NU
- Wanita Brilian, Kunci Kesuksesan
- Kiai Wahid, Teruskan Perjuangan NU melalui IPNU dan IPPNU
Kehadiran kita lebih dirindukan sebagai organisasi keterpelajaran menurut penulis. Sebab, jika kita tidak kembali menjadi organisasi keterpelajaran, maka secara tanpa sadar akan menjadi organisasi masyarakat keagamaan yang abal-abal.
Sebut saja, IPNU-IPPNU yang selama ini penulis alami, hanya berkutat kepada hal-hal yang seremonial belaka. Jika memang ada kajian, maka kajian yang diadakan itu harus menghasilkan sebuah terobosan sebagai output dari kajian itu sendiri.
Kita juga takut untuk mengkritik diri sendiri, karena dianggap menghancurkan pencitraan yang selama ini di bangun. Padahal, otokritik adalah sebuah kewajiban dalam organisasi untuk evaluasi ke depannya dengan langkah yang konkret. Organisasi sebelah tak akan mengkritik kinerja kita sebagai organisasi. Karena, mereka juga sibuk untuk mengkritik diri sendiri dan mengevaluasinya.
Kita terlalu takut untuk melakukan eksplorasi kreatifitas diri, sehingga potensi-potensi yang dimiliki terpendam sedalam lautan. Padahal, seharusnya seorang pelajar menganut ajaran Muhammad Iqbal-filosof yang lahir di India, bahwa manusia itu makhluk yang bebas, kreatif dan dinamis.
Ajaran Iqbal ini, sangat relevan sekarang sebagai acuan PC IPNU-IPPNU Bondowoso untuk menjadi sebuah garda terdepan dalam pembaharuan pengetahuan. Sehingga, secara otomatis PC IPNU-IPPNU telah mengangkat IPM daerah dan memberikan sumbangsih secara nyata dalam bentuk organisasinya yang keterpelajaran.
Kita saat ini hadir secara semu dengan basis sosiologis keagamaan. Kerangka berpikir yang dianut masih konservatif, menutup variabel pengembangan atau bahkan pembaharuan minimal dalam tubuhnya sendiri.
Kehadiran Substansial
Di samping itu, organisasi ini akan memiliki umur yang panjang sebagai organisasi keterpelajaran, karena menghasilkan sebuah pengetahuan penunjang peradaban.
Kehadiran substansial di sini akan mempengaruhi citra organisasi ke depan sebagai organisasi ladang reproduksi gagasan. Akhirnya, kita tidak perlu lagi seperti kekurangan anggota ataupun masih harus menghilangkan satu periode untuk reproduksi kader.
IPNU-IPPNU secara tanpa sadar telah dimakan oleh wacana kapitalisme dengan perkembangan citra. Perang citra dalam aspek semu menjadi hal yang paling laris di pasaran. Dan IPNU-IPPNU juga turut melegalkan dengan memproduksi citra-citra semu itu melalui platform sosial media.
Spirit pengetahuan digantikan oleh proses keorganisasian, administrasi dan tetek bengek pendidikan formal organisasi yang dilakukan tanpa melihat variabel psikomotorik, afektif dan kognitif.
Alhasil, seluruh komponen yang terlibat hanya tahu bagaimana merancang acara dengan melihat masa lalu, tidak ada pikiran untuk menginginkan pembaharuan demi lahirnya kader yang lebih baik.
Kader-kader yang dilahirkan menjadi stagnan dengan relasi-relasi pembangun begitu-begitu saja. Kehidupan berorganisasi layaknya meramaikan kematian disebabkan tidak menimbulkan gejolak positif sebagai pengembangan organisasi maupun individu kader.
Ketahanan kader dalam organisasi hanya terletak pada kecintaan dia kepada NU, kedekatan persahabatan dengan salah satu kader, kedekatan atau ketertarikan pada personal kader dan yang paling parah adalah personal branding menuju citra-citra semu yang diinginkan. Selain itu, hanya bisa di hitung jari kader yang benar-benar ingin berproses dalam organisasi secara kaffah.
Akhir kata, dengan terpilihnya nakhoda baru dalam tubuh PC IPNU-IPPNU Kab. Bondowoso ini, menjadi kebangkitan organisasi dikalangan pelajar NU dengan membawa pemikiran segar sebagai kehadiran nyata dan sesuai dengan yang dimaksud pendiri. Aamiin.
Wallahu’alam
Penulis : Abdullah Adhim, Alumni PKP NU IV PC LTN NU Bondowoso
Editor : Haris