Ilustrasi, Foto : Tim Kreatif |
Di Indonesia, virus ini sangat berkembang pesat. Media-media sosial banyak mencatat bahwa orang yang terjangkit virus ini bisa dipastikan akan mati sehingga himbauan di rumah saja menjadi trend untuk dibicarakan dan dilakukan. Himbauan itu tentu saja tidak hanya berdampak positif namun juga berdampak negatif pada masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.
Banyak pemuda-pemudi yang terhambat aktifitasnya karena himbauan itu. Alasannya sederhana. Mereka hanya karena takut terjangkit Covid-19 yang katanya mematikan ini. Bukan hanya pemuda-pemudi saja yang terhambat aktifitasnya melainkan semua elemen, baik pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dan lain sebagainya.
Baca Juga :
- Fatayat NU Bondowoso dalam Pengarus Utamaan Gender
- Tata Internal Organisasi, PC GP Ansor Bondowoso Bentuk klasterisasi Ranting Se-Kecamatan Wringin
- Benarkah Sujudmu? Ini Kata Syaikh Salim Tentang Syarat-syarat Sujud
Kekhawatiran atau ketakutan menyelebungi pikiran bangsa Indonesia sehingga banyak yang tidak menyadari bahwa kekhawatiran atau ketakutannya itu mengalahkan ketakutan dirinya pada Tuhan. Pandemi Covid-19 adalah makhluk Tuhan, lalu mengapa masyarakat lebih takut pada Covid-19 daripada takut pada Tuhan? Atas nama Corvid-19, Tuhan telah dibombardir oleh pikiran.
Selain Pancasila yang menjadi ideologi negara Indoensia, Pancasila juga menjadi falsafah bangsa Indonesia dalam setiap lini kehidupan. Pancasila yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara harus diaktualisasikan. Sebab, pengamalan itu menjadi peranan paling vital agar Pancasila tetap menjadi ideologi bangsa Indonesia yang utuh tanpa digerogoti atau diperas kembali menjadi trisila maupun ekasila.
Ketuhanan Yang Maha Esa, sila pertama menjadi saksi bahwa kita—bangsa Indonesia—harus tetap berpacuan pada Tuhan dalam segala hal. Karena Covid-19 adalah makhluk Tuhan, maka tidak sepatutnya manusia takut pada Covid-19. Khawatir boleh tapi jangan kebablasan.
Bisa dikatakan Covid-19 adalah akibat ketidakseimbangan antara manusia dengan Tuhan atau manusia dengan alam. maka seyogyanya manusia harus mendekatkan diri pada Tuhan. Bisa jadi Covid-19 sebuah ujian dari Tuhan, maka dengan adanya ujian tersebut harusnya manusia terus membenahi diri semakin mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa. Kekhawatiran akan virus ini tidak boleh dilebih-lebihkan, karena hanya Tuhanlah yang menentukan kematian pada seseorang bukan Covid-19.
Penanaman sila pertama ini harus terus dilakukan agar kekhawatiran atau ketakutan bangsa Indonesia pada Covid-19 menurun, walaupun tidak drastis. Sebab, bisa saja manusia mati bukan karena Covid-19 melainkan mati karena ketakutannya pada si virus ini.
Beberapa bulan yang lalu, eksistensi Tuhan mulai benar-benar dibaptis di tengah Pandemi Covid-19. Dengan agama kita mengenal Tuhan, namun keberadaan agama tersebut diadu-dombakan dengan Pancasila. ‘Agama adalah musuh terbesar Pancasila’ begitu kira-kira seruan yang terjadi beberapa minggu lalu. Agama mana yang tidak punya Tuhan? semua agama mempunyai Tuhan sesuai keyakinannya masing-masing. Sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mana Tuhan itu bisa dikenal dengan adanya agama. Lalu, bagaimana mungkin agama menjadi musuh terbesar Pancasila?
Kesadaran akan adanya Tuhan harus kita kokohkan agar pengamalan terhadap sila pertama dari Pancasila benar-benar sesuai dengan aturan agama dan tidak melupakan himbauan-himbauan dari pemerintah. Tidak ada yang dapat mematikan manusia kecuali Tuhan. Covid-19 hanya perantara dan tidak mematikan sebagaimana yang diyakini oleh masyarakat Indonesia. Tidak perlu takut dengan Covid-19, selagi kita minta perlindungan terhadap Tuhan, maka Tuhan akan melindungi dari virus ini. Khawatir boleh tapi jangan kebablasan.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Manusia selaku makhluk Tuhan Yang Maha Esa harus bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dan, pengaktualisasiana tersebut akan menjadikan manusia dinilai beradab atau mempunyai sopan santun. Tak hanya itu, manusia juga harus memperlakukan manusia lainnya secara adil sesuai harkat dan martabatnya. Manusia mempunyai derajat, baik menurut manusia maupun menurut Tuhan. Semua manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Sehingga, seyogyanya dalam pengamalan sila kedua ini, manusia—rakyat maupun pemerintah—harus berlaku adil pada semua kalangan dan menggunakan adabnya ketika berinteraksi dengan sesama, baik interaksi secara langsung ataupun secara virtual.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang istimewa karena dibekali akal. Dan, dengan akal itulah manusia akan berlaku adil dan beradab atau tidak. Pun dengan sarana akal itu manusia akan membangun sebuah budaya, nilai-nilai dan norma-norma yang dijadikan landasan untuk bersikap dan bertingkah laku pada semua jenjang masyarakat. Dengan akal tersebut, bisa saja manusia akan memanusiakan manusia dan tidak memanusiakan manusia.
Adanya akal tersebut harus diimbangi dengan agama, agama yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa apa pun yang terjadi tidak luput dari kehendak Tuhan dan bisa jadi karena ulah manusia sendiri.
Aspek-aspek kemanusiaan itu perlu menjadi perhatian yang paling vital. Pendidikan, ekonomi, kesehatan, agama, hukum, budaya dan lain sebagainya harus benar-benar diperhatikan secara seksama. Sehingga relasi antara sesama manusia yang saling memperhatikan aspek kemanusiaan itu dapat berujung pada sebuah keadilan yang beradab.
Persatuan Indonesia, sila ketiga ini mempunyai suatu makna memiliki karakteristik holistik atas paham kebangsaan Indonesia dan di dalamnya terkandung makna nasionalisme. Dengan nasionalisme, manusia akan mempunyai perasaan dan kesadaran untuk bersatu. Bersatu dalam bangsa, bersatu dalam negara, bersatu dalam rakyat, bersatu dalam mencegah atau menghambat penularan Covid-19.
Sikap nasionalisme demikian sudah harus dipupuk sedalam-dalamnya di dalam hati. Di tengah berlangsungnya masa pandemi ini, atas nama persatuan—berbangsa dan bernegara—manusia harus bahu-membahu dalam mencegah atau menghambat penularan Covid-19 ke berbagai manusia, baik di daerah perkotaan maupun pelosok.
Atas dasar persatuan pula, manusia harus banyak membantu dan memberikan dukungan pada siapa saja yang tertular atau yang tidak, baik secara materi mau pun non materi. Mari sama-sama berdoa agar Covid-19 cepat berakhir.
Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan. Sila keempat ini mempunyai makna demokrasi yang kental. Dengan mengusung sila keempat ini, maka tentu makna demokrasi ada dalam upaya penanganan pandemi Covid-19, dimana tidak hanya pemerintah saja yang berperan penting dalam upaya pencegahan penularan virus Covid-19. Masyarakat pun harus turut andil dalam mensukseskan berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Kesadaran masyarakat mematuhi himbauan-himbauan pemerintah akan membantu terhambatnya penularan virus Covid-19, seperti aksi di rumah saja dan mematuhi protokol kesehatan dan lain sebagainya.
Baca Juga :
- Ternyata!!! Bukan Covid yang Mematikan
- Survive Lembaga Pendidikan di Era Pandemi
- Indahnya Berbagi Saat Pndemi
Apapun yang menjadi himbauan atau aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentu tidak akan luput dari kesepakatan bersama yang selanjutnya dieksekusikan bersama demi kepentingan bangsa dan negara.
Sila yang terakhir, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dengan diaktualisasikannya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mulai dari sila pertama sampai keempat, maka klimaks darinya adalah sebuah keadilan. Keadilan untuk semua kalangan, bukan hanya untuk pemerintah saja namun juga untuk rakyat, apalagi masyarakat pinggiran. Mereka juga harus mendapatkan hak dan kewajiban mereka selaku bangsa Indonesia.
Kembali pada sila pertama, bahwa keadilan yang dimaksut dalam sila kelima ini adalah keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam konteks ini, sikap adil pada semua kalangan dapat diberikan melalui sebuah penghormatan pada setiap hak manusia masing-masing. Pun dengan sikap saling menolong untuk kepentingan bersama adalah hal yang perlu dilakukan terutama dalam masa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung ini.
Berdasarkan bahasan di atas, nilai-nilai Pancasila yang tertuang dalam sila-sila Pancasila tentunya harus tertanam dalam setiap hati masyarakat Indonesia. Sebab, Pancasila adalah ideologi negara Indonesia maka sepatutnyalah Pancasila dijadikan sebuah pedoman dan patokan dalam bernegara dan bermasyarakat di tengah berlangsungnya masa pandemi Covid-19.
Mari saling bahu-membahu dalam upaya pencegahan penularan Covid-19 dengan berlandaskan Pancasila dan himbauan-himbauan pemerintah. Tidak ada yang tahu Covid-19 ini ada dimana, namun upaya dalam menjaga tubuh agar tidak terjangkit harus tetap kita lakukan. Kurangi kekhawatiran, perbanyaklah keoptimisan bahwa kita akan terbebas dari Covid-19.
Sekali lagi, di masa pandemi Covid-19 ini kita harus menjadikan Pancasila sebagai prioritas dalam berinteraksi dan menghambat penularan Covid-19. Karena Pancasila adalah dasar negara kita, ideologi negara kita maka ia harus menjadi tolak ukur dalam bersikap dan bertingkah di tengah berlangsungnya masa pandemi ini. Semoga kita dibebaskan dari virus Covid-19.
Saya Indonesia Saya Pancasila.
Penulis : Muhlas, Santri Ponpes Miftahul Ulum Tumpeng
Editor : Gufron