KH. Amin Said Husni, Mustasyar PCNU Bondowoso, (Foto : Tim Kreatif) |
Di Madura, pengucapan ruwah mengalami perubahan menjadi rebbe. Sebagaimana sawah menjadi sabe, bawah menjadi bebe, nyawa menjadi nyabeh, jawa menjadi jhebeh dan seterusnya.
Ada tradisi di balik nama ruwah maupun rebbe itu. Yaitu kebiasaan bersedekah dengan mengantarkan makanan buat para tetangga.
Baca Juga :
- Amaliah Nahdliyyah yang Hampir Hilang
- Benarkan Tahlilan Diharamkan dalam Kitab I'anatut Thalibin?
- Dunia Digital Semakin Mencekam, Siapakah Regenerasinya?
Selain tetangga, biasanya sedekah makanan itu juga dibawa ke masjid atau musala, kemudian dimakan bersama-sama oleh para jamaahnya.
Mengantarkan makanan seperti itu biasa disebut ter-ater. Ter-ater, merupakan bahasa Madura yang berarti hantaran. Ter-ater dilakukan dalam rangka ‘arebbe’, yaitu tradisi bersedekah di bulan Rebbe atau Sya’ban.
Pahala dari bersedekah tersebut ‘dihadiahkan’ kepada arwah orang tua dan para leluhur, sebagai bentuk bakti dari anak kepada orang tua atau leluhur.
Makna dibalik tradisi ini adalah ajaran untuk berbuat kebaikan (amal saleh) sebanyak mungkin, sebagai ‘pemanasan’ sebelum masuk bulan puasa, yakni bulan suci Ramadhan.
Jadi, kebiasaan ini merupakan kearifan lokal yang bersumber dari ajaran Islam tentang keutamaan bulan Sya’ban, anjuran bersedekah, berbakti kepada orang tua, berhubungan baik dengan tetangga, menyemarakkan masjid dan lain sebagainya.
Tradisi-tradisi semacam inilah yang membuat masyarakat nusantara kita ini senantiasa hidup guyub rukun, toto tentrem kerto raharjo.
Tulisan diatas dilansir dari akun facebook KH. Amin Said Husni
Penulis : KH. Amin Said Husni, Mustasyar PCNU Bondowoso
Editor : Muhlas