Ilustrasi : Beras untuk zakat Fitrah
Foto : pixabay/@allyallby4b
WartaNU.com - Zakat dalam Islam menjadi salah satu bagian dari Rukun Islam yang harus dikerjakan. Zakat yang dimaksud terbagi menjadi dua bagian, yakni Zakat Fitrah dan Zakat Mal.
Zakat Fitrah sendiri dalam Kitab Taqrib disebut perkara wajib yang harus dikerjakan oleh umat Islam semenjak terbenamnya matahari pada malam terakhir bulan Ramadhan. Sementara Zakat Mal ialah zakat yang dikeluarkan oleh umat Islam berdasarkan penghasilan ekonomi atau tanaman dan sejenisnya.
Terlepas dari hal itu, seorang muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dianjurkan mengetahui dan memahami tentang tugas penting dalam berzakat. Baik Zakat Fitrah ataupun Zakat Mal.
Dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali, setidaknya ada 8 tugas penting yang dianjurkan oleh Imam Al-Ghazali kepada muzakki. 8 tugas penting tersebut ialah :
1. Paham atas kewajiban dan pengertian zakat
Seorang muzakki, dianjurkan memahami kewajiban umat Islam dalam berzakat. Baik Zakat Fitrah ataupun Zakat Mal. Sebab, sebagian harta yang dimiliki umat Islam, juga ada harta orang lain yang harus kita salurkan dengan cara sedekah dan zakat.
Tidak hanya itu saja, muzakki juga dianjurkan untuk paham mengapa zakat dalam agama Islam sampai menjadi bagian dari Rukun Islam. Padahal jika ditinjau, zakat bukanlah ibadah badaniah tapi penyerahan harta.
2. Paham mengenai waktu pembayaran zakat
Antara pembayaran Zakat Fitrah dan Zakat Mal tentu berbeda. Oleh karena itu, Imam Al-Ghazali menyebut dalam kitabnya (Ihya Ulumuddin) seorang muzakki hendaknya paham kapan ia harus mengeluarkan zakat. Baik Zakat Fitrah ataupun Zakat Mal.
3. Paham akan pentingnya merahasiakan zakat
Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa seorang muzakki hendaknya merahasiakan zakatnya agar bisa menjauhkan diri dari riya. Sebab, tidak jarang orang yang berzakat jatuh pada sikap riya lantaran diumumkan atau diberikan di depan banyak orang.
4. Paham akan pentingnya menyembunyikan pemberian zakat
Jika dalam pemberian zakat berpotensi diketahui oleh banyak orang, Imam Al-Ghazali menganjurkan untuk disembunyikan. Karena dengan cara demikian, muzakki bisa menjaga hatinya dari riya.
Namun, jika pemberian zakat berpotensi diketahui banyak orang dan orang itu mengikuti kita dalam berzakat, maka sebaiknya pemberian zakat dilaksanakan secara terang-terangan.
Namun demikian, Imam Al-Ghazali menekankan kepada orang yang mengeluarkan zakat secara terang-terangan agar dapat menjaga hatinya dari riya atau sifat pamer kepada orang lain.
5. Tidak menyakiti hati orang yang menerima
Seorang muzakki hendaknya dalam berzakat jangan sampai menyakiti hati orang yang menerimanya, baik dari sikap atau perilaku ataupun dari perkataan. Apalagi persoalan sedekah.
Sebab menurut Imam Al-Ghazali, hal tersebut bisa membatalkan pahala sedekah atau zakat. Oleh karena itu, buatlah penerima zakat atau sedekah kita menjadi senang dan bahagia.
6. Menganggap zakat sebagai pemberian yang kecil bukan pemberian yang besar
Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali mengajarkan untuk menganggap zakat sebagai pemberian yang kecil dan bukan yang besar atau tekanan. Hal itu bertujuan agar tidak merasa keberatan untuk berzakat, baik Zakat Fitrah ataupun Zakat Mal.
7. Berzakat dari harta yang paling baik
Dalam berzakat, Imam Al-Ghazali menganjurkan untuk mengambil dari harta kita yang paling baik bahkan harta yang paling disayangi. Sebab, sebagian dari harta kita tersimpan harta orang yang lain yang harus dikeluarkan, baik berupa sedekah ataupun zakat.
8. Berikan zakat pada 8 golongan
Ada 8 golongan yang disebut lebih layak atau lebih pantas untuk menerima zakat. 8 golongan tersebut ialah golongan orang fakir, orang miskin, amil zakat, muallaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, sabilillah. (QS. At-Taubah; 60)
Zakat yang akan dikeluarkan oleh muzakki hendaknya diberikan kepada 8 golongan di atas. Namun, Imam Al-Ghazali menganjurkan untuk melihat dan mengetahui terlebih dahulu perihal sifat-sifat dari 8 golongan di atas.***
Penulis : KH Anwar Syafi'i, Ketua Aswaja Center NU Bondowoso
Editor : Muhlas