Hadaratus Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy'ari, (Foto : Tim Kreatif) |
Pada tahun 1942 M, ketika Jepang menguasasi Jombang, Mbah Hasyim ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Baru pada 18 Agustus 1942 M beliau dibebaskan dari penjara dan tahun berikutnya (1943 M) beliau ditunjuk sebagai Kepala Agama Pusat (Shumobutyo) serta turut terjun dalam kursi pimpinan Majlisul Islam al-‘Ala Indonesia (M.I.A.I) yang kemudian menjadi MASYUMI.
Pada tahun 1945 M meletuslah seruan revolusi kemerdekaan yang melahirkan sejumlah organisasi perjuangan dan pemuda seperti Barisan Sabilillah, Barisan Mujahidin, Dewan Mobilisasi, Hizbullah, dan G.P.I.I. Pada waktu itu, Mbah Hasyim juga ikut aktif dengan mengambil peran sebagai pengarah atau penasehat.
Baca Juga :
- Hari Guru Nasional dan Keta'dziman Kiai Kholil Bangkalan
- Syekh Mahfuz Termas, Guru Muassis NU dan Penyandang Banyak Gelar
Di sisi lain, selain aktif sebagai pengajar dan pejuang, Mbah Hasyim juga produktif dalam melahirkan karya ilmiah yang kemudian banyak dikaji di banyak pondok pesantren.
Karyanya yang tidak asing di telinga warga Nahdliyyin adalah Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah dan al-Qanun al-Asasi li jam’iyyati Nahdlatil Ulama. Kitabnya yang lain di antaranya adalah Adabul ‘Alim wal Muta’allim, Risalatul Jami’ah, Ziyadatut Ta’liqat ‘ala Manzumati Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Yasin al-Fasuruani, Tanbihatul Wajibat li man Yashna’ al-Maulid bil Munkarat, Hasyiyah ‘ala Fathir Rahman, ad-Durar al-Muqanthara fi Masa’il at-Tis’a wal Ikhwan, ar-Risalah at-Tauhidiyyah, al-Mawa’idl, Haditsul Maut wa Asyratis Sa’ah, an-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidil Mursalin, dan al-Qala’id fi Bayani Ma Yajibu minal ‘Aqa’id.
Pendiri jam’iyyah Nahdlatul Ulama yang dipercaya untuk memimpin NU sebagai Rais Akbar dalam beberapa periode kepengurusan ini menghembuskan nafas terakhirnya pada 7 Ramadhan 1366 H / 25 Juli 1947 M pukul 03:45 menjelang Subuh.
Mbah Hasyim wafat setelah beberapa saat mendengar kabar dari utusan Bung Tomo tentang kemenangan tentara Belanda di Singosari (Malang) dan banyak orang tak berdosa yang menjadi korban peperangan. Mendengar kabar itu, Mbah Hasyim langsung mengalami pendarahan otak yang akut dan tidak bisa diselamatkan.
Sepeninggal beliau, sebutan Rais Akbar sebagai pimpinan tertinggi di Nahdlatul Ulama tidak lagi digunakan. Sebutan itu hanya disematkan pada Mbah Hasyim dan pimpinan tertinggi di NU setelah Mbah Hasyim wafat yaitu KH Wahab Hasbullah disebut dengan Rais Aam sampai sekarang menuju 1 abad NU tetap menggunakan sebutan Rais Aam.
7 hari lagi NU akan berusia 96 tahun yaitu pada 31 Januari 2022 M. Dalam menuju 1 abad NU ini, semoga apa yang menjadi cita-cita besar NU yaitu mewujudkan kemandirian warga untuk perdamaian dunia dipermudah oleh Allah SWT dan dapat tercapai. Aamiin.
Baca Juga :
“Barangsiapa mau mengurus NU, maka akan aku anggap sebagai santriku. Siapa yang menjadi santriku akan kudoakan husnul khatimah beserta anak cucunya.” KH Hasyim Asy’ari, Pendiri dan Rais Akbar Nahdlatul Ulama.
Penulis : Muhlas, Santri Pondok Pesantren Miftahul Ulum Tumpeng
Editor : Gufron