Muhammad Cholil bin ‘Abdul Lathif bin Hamim al-Bangkalani. (Foto : Tim Kreatif)
Baca Juga :
- I’tiqadkan Pelajar NU Lebih Baik, PC IPNU-IPPNU Gelar RAPIMCAB Perdana
- Mencaci dan Mendoakan Buruk Orang Lain
- Inggris Vs Pasukan Santri di Surabaya
Perjalanan pendidikan Syaikhona Cholil sejak kecil hingga menimba ilmu di Mekkah tidak sia-sia. Sepulang dari Mekkah, Syaikhona Cholil mendirikan pondok pesantren di Desa Jengkebuan. Pesantren yang didirikannya ini berada di sekitar 3 km arah Timur Laut dari desa kelahirannya yaitu desa Kramat.
Kealiman Syaikhona Cholil dalam berbagai disiplin ilmu, khususnya ilmu alat (spesialisasi nadzam Alfiyyah) mengundang minat banyak santri dari Madura dan Jawa untuk menimba ilmu kepadanya.
Muridnya banyak sekali dan di antara muridnya yang terkenal adalah KH Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang (pendiri Nahdlatul Ulama), KHR. As’ad Syamsul Arifin Situbondo, KH Bahar bin Noerhasan Sidogiri, KH Nawawi bin Noerhasan Sidogiri, KH Dahlan bin Noerhasan Sidogiri, KH Wahab Chasbullah Tambak Beras, Jombang, KH Maksum Lasem, KH Bisri Musthafa Rembang, KH ‘Abdul Karim (lebih dikenal dengan nama Mbah Manab) Lirboyo, Kediri, KH Djazuli Usman Ploso, Kediri, KH Munawwir Krapyak, Yogyakarta dan KH Bisri Syansuri Denanyar, Jombang.
Di masyarakat, Syaikhona Cholil begitu dikenal sebagai waliyullah. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada malam Jum’at Legi, 29 Ramadhan 1343 H / 24 April 1925 M. Jasadnya dikemubikan di desa Martajesah, Bangkalan yang sampai sekarang ramai dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah.
Penulis : Muhlas, Santri Ponpes Miftahul Ulum Tumpeng
Editor : Gufron